Lahan Korupsi di Bagian Sektor Keagamaan Bagi Koruptor – Masih ingat peristiwa penangkapan H Nurmansyah di halaman parkir Polres Banjarbaru, Jln A Yani Km 35, Selasa (21/2) lalu. Terpidana kasus penipuan haji plus ini sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri Kota Banjarbaru. Saat itu dikabarkan, Nurman tengah menunggu sang istri yang menjalani pemeriksaan. Belakangan terungkap, pemeriksaan perempuan berinisial LY tersebut, terkait dugaan penipuan biaya Umrah plus Turki sebesar Rp237 juta. Kasus baru yang dilaporkan oleh Safriansyah, seorang pemilik tour agent yang sebelumnya menjalin kerja sama, untuk bersama-sama memberangkatkan jemaah dengan PT Jauharah Cahaya Abadi (PT JCA). Di situ Nurman sebagai direkturnya.
LY pun meminta uang pembayaran selanjutnya dikirim ke rekeningnya. Alhasil, Safri sepakat dan melakukan pembayaran ke rekening LY sebanyak delapan kali. Total Rp237 juta. “Pertimbangan saat itu, karena jemaah saya cuma 9 orang, kalau digabung dengan mereka 20 orang kan ramai juga,” ucapnya. Tapi setelah itu, beberapa kali diminta jadwal kepastian berangkat, tidak ada. Melihat gelagat mencurigakan, Safri pun memutuskan untuk membatalkan kerja sama. “Saya minta uangnya dikembalikan, tapi sampai sekarang tidak ada,” katanya.
Baca Juga : 5 Daerah di Indonesia yang Mengalami Krisis Air Bersih
“PARA Pencuri Kitab Tuhan,” demikian judul sampul majalah investagsi TEMPO edisi 2-8 Juli . Laporan jurnalistik itu menyoroti proyek pengadaan Al Quran di Kementerian Agama yang berlumur korupsi. Kasus itu membuat publik terhenyak. Kok bisa kitab suci sampai dikorupsi? Sungguh ironis. Di negara yang berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan enam agama yang diakui, tapi praktik korupsi justru terjadi di lembaga keagamaan. Kementerian urusan agama yang seharusnya mengajarkan nilai-nilai integritas, justru beberapa kali tersandung kejahatan korupsi. Berikut ini sejumlah kasus korupsi di Kementerian Agama RI:
Korupsi Dana Penyelenggaraan Haji dan Dana Operasional Menteri (DOM)
Korupsi ini menjerat Menteri Agama periode , Suryadharma Ali. Pada 22 Mei , KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka atas kasus korupsi penyelenggaraan haji tahun . Suryadharma curang dalam pengangkatan petugas panitia penyelenggara haji di Arab Saudi dan memanfaatkan sisa kuota haji untuk beberapa orang yang dipilihnya agar bisa naik haji gratis. Ia juga terbukti menggunakan DOM yang bersumber dari APBN untuk kepentingan pribadinya, seperti berobat anaknya serta keperluan wisata. Total DOM yang diselewengkan oleh Suryadharma mencapai Rp1,8 miliar. Suryadharma divonis 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan, serta uang pengganti Rp1,8 miliar. Pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ditolak, hakim justru memperberat hukumannya menjadi 10 tahun penjara. Hak politiknya juga dicabut selama lima tahun, terhitung setelah selesai menjalani masa hukuman penjara.
Pengadaan Al Quran dan Laboratorium Madrasah
Enam tahun berselang. Kemenag menggemparkan publik kembali. Kali ini kabar korupsi pengadaan Al Quran. Korupsi terjadi dalam pengadaan tahun anggaran . Sebanyak empat orang ditetapkan sebagai tersangka, antara lain Zulkarnaen Djabbar (anggota Badan Anggaran DPR RI 2009-), Dendy Prasetia dan Ahmad Jauhari (pegawai Direktorat Bimas Islam Kementerian Agama), dan Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq (politikus Golkar).
Djabbar bersama anaknya Dendy Prasetia dan Fahd El Fouz (broker) terbukti menerima total uang senilai Rp14,3 miliar dari Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia, Abdul Kadir Alaydrus. Fahd menerima Rp3,4 miliar. Pada 2011, menurut hakim, mereka terbukti mempengaruhi pejabat Kemenag guna menjadikan PT Batu Karya Mas sebagai pemenang lelang pengadaan laboratorium komputer MTS dan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) sebagai pemenang pengadaan Al Quran. Selanjutnya, pada tahun anggaran , mereka mempengaruhi agar pengadaan Al Quran dimenangkan oleh PT Sinergi Pustaka Indonesia.
Fahd sebetulnya telah memiliki rekam jejak korupsi. Ia pernah tersangkut korupsi dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dan divonis 2,5 tahun penjara. Ia menyuap Rp5,5 miliar kepada anggota DPR Wa Ode Nurhayati agar proposal alokasi DPID untuk tiga kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam disetujui. Dalam kasus korupsi Kemenag, Djabbar divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair sebulan kurungan, Dendy 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair penjara selama 4 bulan. Keduanya juga diwajibkan membayar penggantian uang negara sebesar masing-masing Rp5,7 miliar dalam waktu sebulan. Adapun Ahmad Jauhari divonis 8 tahun dan denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara dan Fahd El Fouz 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan. Hukuman Fahd lebih ringan karena dianggap kooperatif dan telah mengembalikan dana korupsi sebesar Rp3,4 miliar.
Dana Abadi Umat dan Penyelenggaraan Haji
Mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar periode terbukti bersalah dalam korupsi Dana Abadi Utama dan dana penyelenggaraan ibadah haji. Selama menjadi menteri, ia menerima uang sebesar Rp4,5 miliar. Dalam persidangan, Said mengakui telah menerima uang sebesar itu dan menyebut sebagai dana taktis dan tunjangan. Menurut dia, dana itu telah sesuai prosedur kepegawaian. Pada 7 Februari , Said divonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti kerugian negara Rp2 miliar subsider 1 tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim Cicut Sutiarso menyatakankan, selama menjadi menteri, Said terbukti menggunakan dana itu bukan hanya untuk penyelenggaraan ibadah haji, “melainkan untuk keperluan lain, seperti membiayai perjalanan anggota Komisi VI DPR, ongkos haji atau umrah sejumlah tokoh masyarakat, membiayai perjalanan hakim agama Mahkamah Agung, serta memberikan sumbangan yang tidak sesuai dengan peruntukan,” demikian dikutip dari Koran Tempo, 8 Februari .