Kasus Pelanggaran Hukum Pencucian Uang Panji Gumilang

Kasus Pelanggaran Hukum Pencucian Uang Panji Gumilang

Kasus Pelanggaran Hukum Pencucian Uang Panji Gumilang – Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan mengatakan Panji Gumilang (PG) ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara pada Kamis. “Kesimpulan dari hasil gelar perkara tersebut, disepakati bahwa PG telah memenuhi unsur pidana dan meningkatkan statusnya menjadi tersangka,” ujar Whisnu Hermawan saat konferensi pers di Jakarta. Dalam kasus ini, Panji dijerat Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang TPPU dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Panji juga dijerat Pasal 70 juncto Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dengan ancaman hukuman lima tahun bui.

Tak hanya itu, ia juga diduga melanggar Pasal 372 KUHP terkait penggelapan dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Selama proses analisis, kepolisian memblokir 144 rekening. Namun, dari total rekening itu, hanya 14 di antaranya yang menyimpan duit, dengan jumlah total sekitar Rp200 miliar. Secara keseluruhan, kepolisian mendeteksi aliran transaksi dana masuk dan keluar dari rekening-rekening yang diperiksa itu mencapai Rp1,1 triliun. Dari proses penelusuran ini, kepolisian sudah mengantongi bukti bahwa Panji melakukan penggelapan dengan nilai kerugian setidaknya Rp73 miliar.

Baca Juga: 6 Kasus Kriminal Penipuan Penggandaan Uang

Proses Hukum Berjalan Paralel

Sebelum kasus TPPU ini bergulir, Panji sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama. Whisnu memastikan proses hukum akan tetap dapat berjalan beriringan. Kasus penistaan agama ini sendiri berjalan setelah pada April lalu, beredar video yang memperlihatkan jemaah di Ponpes Al Zaytun berada di saf terdepan di belakang imam saat salat Idulfitri. Saat itu, Panji berdalih bahwa praktik tersebut merupakan mazhab Sukarno, presiden pertama Republik Indonesia. Setelah itu, kontroversi Al Zaytun terus mewarnai perbincangan di jagat maya, beberapa di antaranya terkait azan yang berbeda hingga salam Yahudi. Ketertarikan warganet terhadap isu ini kian tinggi setelah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, membentuk tim investigasi untuk mengecek Pesantren Al Zaytun.

Dari hasil laporan tim investigasi itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan “terjadi tindak pidana” yang diduga dilakukan Panji Gumilang. Jauh sebelum kasus ini menyedot perhatian, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya sudah melakukan penelitian terhadap Ponpes Al Zaytun pada 2002. Dari penelitian itu, MUI mengeklaim menemukan indikasi penyimpangan dan hubungan antara Ponpes Al Zaytun dan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII-KW9). Namun, dalam berbagai wawancara di media, Panji berulang kali membantah berbagai tuduhan yang diarahkan kepadanya, mulai penistaan agama hingga isu penyebaran paham NII di Ponpes Al Zaytun.

TPPU Panji Gumilang

Dari hasil analisis, penyidik mengantongi bukti bahwa Panji menerima pinjaman dari Bank J Trust sejumlah Rp73 miliar pada 2019. Menurut Whisnu, dana tersebut sebenarnya dipinjam dari bank atas nama yayasan. Namun kemudian, dana itu malah masuk ke rekening Panji dan digunakan untuk kepentingan pribadi. “Cicilannya kemudian diambil dari rekening yayasan, sehingga terbukti ada tindak pidana yayasan dan tindak pidana penggelapan,” ucap Whisnu. Kepolisian masih terus mendalami dugaan-dugaan pencucian uang yang dilakukan Panji. Kasubdit Bidang TPPU Bareskrim Polri, Robert De Deo, membeberkan bahwa hingga saat ini, kepolisian mendeteksi beberapa pola pencucian uang yang dilakukan Panji, di antaranya structuring dan mingling.

Structuring merupakan modus pencucian uang dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlahnya menjadi lebih kecil demi menghindari pelaporan. Terdeteksi pula pola mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan duit dari hasil kegiatan usaha yang legal demi mengaburkan sumber asal dananya. Robert menjelaskan bahwa dalam kasus ini, Panji menjalankan pola-pola itu untuk mengaburkan fakta bahwa ia menggunakan dana pinjaman yayasan demi kepentingan pribadi. “Misalnya, nanti (pinjaman) masuk ke rekening pribadinya. Supaya enggak kelihatan kalau itu masuk ke rekening pribadi, ada yang dimasukkan ke rekening yayasan. Nanti excuse-nya, saya terima, tapi saya kembalikan lagi untuk kepentingan yayasan,” tutur Robert.